Debet air memang jauh menyusut, akan tetapi air terjun yang dibuat masih tetap cukuplah deras menurutku. Menurut pak Aril (bukan Ariel Peterpan lho, sebab jika dijelaskan namanya yang teringat kok muka Luna Maya sama Cut Tari), jia musim hujan jadi air yang mengalir akan berulang-kali lipat lebih deras dibanding sekarang ini. Ia tunjukkan batas ketinggian air yang tersamar hampir tidak terlihat di dinding-dinding bukit.
Wow! Sekurang-kurangnya ada ketidaksamaan ketinggian tiga mtr. di banding sekarang ini, bermakna memang debet air surut jauh. Serta itu berarti kami tidak dapat melalui sungai tempat kami menyimpan motor. Ia tunjukkan jembatan kecil panjang yang terlihat waktu kami sampai di Maidang. Itu jembatan yang perlu kami lewati untuk sampai ke air terjun ini waktu musim hujan, serta itu berarti perjalanan kaki tidak kurang dari 2 jam.Air terjun Koalat jadi arah selanjutnya sesudah pantai Tarimbang serta air terjun Laputi mesti saya coret dari rincian. Motor yang saya pinjam tidak cukuplah kuat untuk dapat ke arah pantai Tarimbang sekarang ini sebab sekarang ini tengah ada perbaikan jalan hingga jalan masih tetap berbentuk batu-batu besar yang dihampar.
Artikel Terkait : http://submitfree.esy.es/wisata/bocah-penemu-air-terjun-wai-marang/
Sebetulnya sudah sempat bisa penawaran pinjam motor yang semakin besar tetapi saya serta Trysu belumlah percaya diri gunakan motor laki (cupu sekali ya kita..) Saya pilih berkunjung ke tempat ini diakhir waktu sesudah dua teman cewek yang penempatan satu kota di Sumba Timur balik ke Kupang. Bukan tidak berani ngajak, tetapi dengan keadaan medan yang saya sendiri masih tetap ‘blank’ saya tidak berani ambil resiko ajak-ajak anak orang (jika anak monyet tidak pa-pa lah). Saya pilih ajak mereka ke Pantai Watuparunu, meskipun lebih jauh tetapi keadaan jalannya jelas bagus. Tiada guide yang temani, cuma dengan bekal info tulisan di website dari temannya Trysu serta orang pemda yang sempat ke sana bukan rintangan kami untuk ‘kesasar’.
Artikel Terkait : http://intuit.hol.es/wisata/pantai-lovina/
Serta diantara tempat yang kami lakoni, mungkin perjalanan ‘kesasar’ ini yang kata Trysu sangat terkesan. Iya, keadaan jalannya tidak sangat kronis cuma untuk motor yang kami cukuplah membuat ngeri sebab di sejumlah tikungan alami penurunan paling akhir jalannya diapit jurang di kanan kiri (untung tidak diapit jurang atas bawah). Setelah jembatan yang melewati sungai besar kota Waingapu akan ada pertigaan, serta dari sana kita masuk ke kanan tetapi semestinya bertanya masyarakat seputar (inget GPS-Gunakan Masyarakat Ditempat yo). Awalannya jalan sesudah belokan masih tetap berasa mulus, yah cuma dikit goyangan ciri khas jalan ala kabupaten lah. Panorama di samping kiri selama jalan yang terlihat ialah persawahan yang beberapa baru mulai tanam serta aliran irigasi yang airnya meluap sampai ke tepi.
Artikel Terkait : http://intuit.hol.es/wisata/pantai-lovina/
Terkadang ada pula panorama cewe-cewe mandi tidak gunakan pakaian (kamu yakin??? saya sendiri pun tidak yakin kok). Jika lihat cewe.. eh aliran ini, kita akan terasa jika Waingapu itu subur serta tidak kekurangan air. Tetapi semua panorama hijau (sawah ya bukan cewe.. ngeres ah lu pikirannya) akan selesai setelah jalan naik ke arah perbukitan. Serta waktu naik ke perbukitan itu akan terasakan tandusnya perbukitan Sumba Timur waktu musim kemarau semacam ini. Serta keadaan perbukitan semacam itu yang selalu kami tempuh sampai ke Maidang. Coba ada kuda sama kopi coboy, tentu Trysu sudah jenis jagoan koboi Billy The Kid naik kerbau.